KEPERAWATAN ANAK "ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA"



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan abnormali penis yang paling sering. Perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada  sis ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.
Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah secara signifikan sampai chordee di koreksi. Karenanya, hal ini menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang-kadang meluas kebasis dorsal penis (transposisi skrotum), dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya terdapat di vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi verumontanum, memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra. Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan korpus spongiosum mungkin kurang berkembang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi Hipospadia ?
2.      Apa etiologi Hipospadia ?
3.      Apa patofisiologi Hipospadia ?
4.      Apa klasifikasi Hipospadia ?
5.      Apa manifestasi klinik Hipospadia ?
6.      Apa komplikasi yang menyertai Hipospadia ?
7.      Apa pemeriksaan penunjang Hipospadia ?
8.      Bagaimana penatalaksanaan Hipospadia ?
9.      Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipospadia ?

C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas keperawatan anak
2.      Tujuan Khusus
Yaitu agar Mahasiswa/i menegetahui secara detail tentang :
a.       Definisi Hipospadia
b.      Etiologi Hipospadia
c.       Patofisiologi Hipospadia
d.      Klasifikasi Hipospadia
e.       Manifestasi klinik Hipospadia
f.       Komplikasi yang menyertai Hipospadia
g.      Pemeriksaan penunjang Hipospadia
h.      Penatalaksanaan Hipospadia
i.        Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipospadia



BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Definisi
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hypospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang semestinya, melainkan ada dibagian bawah penis.

B.     Etiologi
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1.      Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.      Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3.      Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4.      Faktor resiko. (Suriadi,2010:142)
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature dari sel interstisial testis. Faktor eksogen antara lain pajanan prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)

C.    Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.

D.    Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1.      Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2.      Tipe penil/Tipe middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3.      Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

E.     Manifestasi Klinis
1.      Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2.      Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3.      Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4.       Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5.      Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6.       Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7.      Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8.      Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9.      Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.


F.     Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain struktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula.
1.      Infertility
2.      Resiko hernia inguinalis
3.      Gangguan psikososial
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1.      Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari pasca operasi.
2.      Struktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis.
3.      Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4.      Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5.      Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
6.      Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

G.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadia sering disertai kelainan pada ginjal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis.
1.      Rontgen
2.      USG sistem kemih kelamin.
3.      BNO-IVP

H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi.
1.      Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah:
a.       Merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
b.      Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.
2.      Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a.       Operasi Hipospadia satu tahap (One Stage Urethropasty) Adalah   tekhni operasi   sederhana   yang   sering   digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok.Kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid  scrotum.  Intinya  tipe  hipospadia  yang  letak  lubang  air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya ) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau  sisa  kulit  yang sulit  di tarik  pada  saat dilakukan operasi  pembuatan  uretra  saluran  kencing  ).  Kelainan  yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap.
b.      Operasi Hipospadia dua tahap
Tahapan pertama operasi pelepasan chordee dan  tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit dan preputium untuk  menutup  bagian  ventral/bawah  penis.  Tahap  selanjutnya (tahap  kedua)  dilakukan  uretroplasty  (pembuatan  saluran kencing buatan/uretra) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.



BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Tahap awal dari proses keperawatan adalah pengkajian yang meliputi:
1.      Identitas
a.       Usia
Ditemukan saat lahir
b.      Jenis kelamin
hipospadia merupakan anomali uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
2.      Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
b.      Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir.
4.      Riwayat Kongenital
a.       Penyebab yang jelas belum diketahui.
b.      Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c.       Lingkungan polutan teratogenik.

5.      Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14.
6.      Activity Daily Life
a.       Nutrisi
Tidak ada gangguan
b.      Eliminasi
Anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK
c.       Hygiene Personal
Dibantu oleh perawat dan keluarga
d.      Istirahat dan Tidur
Tidak ada gangguan
7.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan kelainan
b.      Sistem neurologi
Tidak ditemukan kelainan
c.       Sistem pernapasan
Tidak ditemukan kelainan
d.      Sistem integumen
Tidak ditemukan kelainan
e.       Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
f.       Sistem Perkemihan
1)      Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
2)      Kaji fungsi perkemihan
3)      Dysuria setelah operasi
g.      Sistem Reproduksi
1)      Adanya lekukan pada ujung penis
2)      Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
3)      Terbukanya uretra pada ventral
4)       Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage.


B.     Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi:
1.      Ansietas (anak dan orang tua) berhubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti)
Post Operasi:
1.      Nyeri berhubungan dengan pembedahan
2.      Resiko infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan kateter
3.      Ansietas (orang tua) berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan
4.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah

C.    Intervensi Keperawatan
1.      Ansietas (anak dan orang tua) berhubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti)
Tujuan : mengurangi rasa cemas pada anak dan orang tua sebelum operasi tentang prosedur pembedahan
Kriteria hasil :
a.       Ansietas anak dan orag tua berkurang
b.      Pemahaman orang tua bertambah mengenai prosedur pembedahan
Intervensi
Rasional
Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan pasca operasi yang diharapkan
Menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu meredakan rasa cemas dan takut
Gunakan gambar dan dan boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak
Stimulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan prosedur dapat membuat anak memahami konsep yang rumit
Jelaskan bahwa pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara uretra
Meningkatkan pengetahuan orang tua dan anak tentang pembedahan yang akan dilakukan

2.      Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan : anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh menangis, gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang
Intervensi
Rasional
Pastikan kateter anak dipasang dengan benar, dan bebas dari simpul
Penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak adekuat
Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai program
Pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri

3.      Resiko infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan kateter
Tujuan : anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari 37
Intervensi
Rasional
Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut
Mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan mencegah urine yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih
Gunakan teknik aseptik ketika mengosongkan kantong kateter
Teknik aseptik mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius
Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangnya 60 ml/jam
Peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong untuk berkemih
Beri obat antibiotik profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi. Pantau anak untukefek terapeutik dan efek samping
Pemantauan yang demikian membantu menetukan kemanjuran obat antibiotik dan toleransi anak terhadap obat tersebut (speer, 2007:169)

4.      Ansietas (orang tua) berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan
Tujuan : orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh pengungkapan perasaan mereka tentang kelainan anak
Intervensi
Rasional
Anjrkan orangtua untuk mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang ketidaksempurnaan fisik anak. Fokuskan pada pertanyaan tentang seksualitas dan reproduksi
Membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran mereka dapat memberikan perasaan didukung dan dimengerti sehingga mengurangi rasa cemas mereka.
Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
Proses berduka memungkinkan orang tua dapat melalui kecemasan dan perasaan distress mereka
Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat
Kelompok pendukung dapat membantu orang tua mengatasi ketidaksempurnaan fisik anak
Jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua
Perbaikan yang sudah dilakukan melalui pembedahan perlu berlangsung secara bertahap. Dengan mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan memberi kesempatan mengekspresikan perasaan mereka dapat mengurangi kecemasan (Speer, 2007:170)

5.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah
Tujuan : orang tua mengekpresikan pemahaman tentang instruksi perawatan dirumah, dan mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah
Intervensi
Rasional
Ajarkan orang tua cara merawat katetr dan penis, termasuk membersihkan daerah sekeliling kateter, mengosongkan kanting drainase dan memfiksasi kateter, jelaskan memantau warna serta kejernihan urine
Informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan keperawatan dirumah dan membantu mencegah kateter lepas dan infeksi
Anjurkanorang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi mengangkang, saat mengendarai sepeda atau menunggang kuda
Posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak area operasi
Ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat antibiotik serta obat-obatan, untuk spasem kandung kemih (meperidin hidroklorida (Demerol), asetaminofen (Tylenol) jelaskan juga perincian tentang pemberian dosis dan efek samping
Obat analgesik dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat terjadi akibat iritasi kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkan

D.    Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat

E.     Evaluasi
1.      Rasa cemas pada anak dan orang tua hilang
2.      Anak memperlihatkan peningkatan rasa nyaman
3.      Anak tidak mengalami infeksi
4.      Orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas
5.      Orang tua mengekpresikan pemahaman tentang instruksi perawatan dirumah



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi potensial meliputi infeksi dan obstruksi uretra.

B.     Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipospadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif.



DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar
Doenges E, Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka
Chamberlain, Geofferey. 1994. Obstetrik dan Ginekologi Praktis. Jakarta : Widya Medika
Manumba, Ida Bagus. 1993. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi
Jakarta : EGC
Oxorn, Harry. 1990. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yayasan
Esentia Medika
Heller, Luz 1991. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2002. Obstetric Patologi. Jakarta : EGC
Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby. Philadelphia.
MC. Closky. T dan Bulaceck G. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby. Philadelphia.
Nanda (2000). Nursing Diagnosis : Prinsip dan Classification. 2001-2002. Philadelphia USA.

Prof Dr. Rustam Mochtar MPH. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
www.google.com 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lobus Otak dan Fungsinya

GANGGUAN SISTEM KARDIO DAN HEMATOLOGI