KEPERAWATAN ANAK "ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA"
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300
kelahiran anak laki-laki dan merupakan abnormali penis yang paling sering.
Perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15
minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan
ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm
yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.
Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada
glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis),
penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada
perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee,
pada sis ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari
penis.
Tidak ada masalah fisik yang
berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja.
Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan seksual;
infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal; dapat
timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan
sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee
adalah dengan pelepasan chordee dan resrtukturisasi lubang meatus
melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan sebelum usia saat belajar untuk
menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk
proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di
sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi
dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan
penis.
Hipospadia terdapat pada kira-kira
satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus yang paling ringan, meatus uretra
bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi
glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu
kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah
ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara proggresif,
tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah secara signifikan
sampai chordee di koreksi. Karenanya, hal ini menyesatkan, mengklasifikasi
hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak
pada sambungan penoskrotal: pada kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum,
skrotum bifida dan kadang-kadang meluas kebasis dorsal penis (transposisi
skrotum), dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya terdapat di
vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi verumontanum, memperlihatkan
suatu struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada
kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra.
Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan korpus spongiosum mungkin kurang
berkembang.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa definisi
Hipospadia ?
2. Apa etiologi
Hipospadia ?
3. Apa
patofisiologi Hipospadia ?
4. Apa
klasifikasi Hipospadia ?
5. Apa
manifestasi klinik Hipospadia ?
6. Apa
komplikasi yang menyertai Hipospadia ?
7. Apa
pemeriksaan penunjang Hipospadia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan
Hipospadia ?
9. Bagaimana
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipospadia ?
C.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas keperawatan anak
2. Tujuan
Khusus
Yaitu agar
Mahasiswa/i menegetahui secara detail tentang :
a.
Definisi Hipospadia
b.
Etiologi Hipospadia
c.
Patofisiologi Hipospadia
d.
Klasifikasi Hipospadia
e.
Manifestasi klinik Hipospadia
f.
Komplikasi yang menyertai Hipospadia
g.
Pemeriksaan penunjang Hipospadia
h.
Penatalaksanaan Hipospadia
i.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipospadia
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Definisi
Hipospadia merupakan suatu
kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir,
istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan
hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral
batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan
sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah.
(Speer,2007:168)
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra
bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia adalah suatu keadaan
dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis.
Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung
penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang
uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada
skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu
suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah
saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hypospadia adalah suatu kelainan
bawaan dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang semestinya, melainkan
ada dibagian bawah penis.
B. Etiologi
Penyebab yang jelas
belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau
pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1.
Gangguan dan
ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di
sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa
juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau
tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu
efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen
tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.
Genetika
Terjadi karena gagalnya
sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode
sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3.
Lingkungan
Biasanya faktor
lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4.
Faktor resiko.
(Suriadi,2010:142)
Penyebab kelainan ini
adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature
dari sel interstisial testis. Faktor eksogen antara lain pajanan prenatal
terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes
gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)
C. Patofisiologi
Fusi dari garis tengah
dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada
sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari
yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang
penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
D.
Klasifikasi
Tipe hipospadia
berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1.
Tipe sederhana/ Tipe
anterior
Terletak di anterior
yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak
pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan
tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi
atau meatotomi.
2.
Tipe penil/Tipe middle
Middle yang terdiri
dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3.
Tipe Posterior
Posterior yang terdiri
dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan
terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar
dan umumnya testis tidak turun.
E. Manifestasi Klinis
1.
Glans penis bentuknya
lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai
meatus uretra eksternus.
2.
Preputium (kulup) tidak
ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3.
Adanya chordee, yaitu
jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis,
teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4.
Kulit penis bagian
bawah sangat tipis.
5.
Tunika dartos, fasia
Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6.
Dapat timbul tanpa
chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7.
Chordee dapat timbul
tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8.
Sering disertai
undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9.
Kadang disertai
kelainan kongenital pada ginjal.
F. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain struktur uretra (terutama
pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat)
atau fistula.
1. Infertility
2. Resiko hernia inguinalis
3. Gangguan psikososial
Komplikasi paska
operasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari pasca operasi.
2. Struktur, pada proksimal anastomosis yang
kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan
infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang
sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi.
Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah
5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari
rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat
operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra
yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi
yang lanjut.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadia sering disertai kelainan pada ginjal.
Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis.
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi.
1.
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah:
a.
Merekomendasikan penis
menjadi
lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing
arahnya ke depan dan dapat
melakukan coitus dengan
normal.
b.
Operasi harus dilakukan
sejak dini, dan sebelum operasi
dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena
kulit depan penis
digunakan untuk pembedahan
nanti.
2.
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri
dari beberapa tahap yaitu :
a.
Operasi Hipospadia satu tahap (One Stage Urethropasty) Adalah
tekhnik operasi sederhana
yang sering
digunakan, terutama untuk
hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau
yang middle. Meskipun
sering
hasilnya
kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga
banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2
tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang
disertai dengan
kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan.
Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan
kelainan-kelainan
yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok.Kearah ventral ( bawah
) dengan dorsal; skin hood dan propenil
bifid
scrotum. Intinya tipe hipospadia yang
letak
lubang air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari
tempat semestinya )
biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada
saat
dilakukan operasi pembuatan
uretra ( saluran
kencing ). Kelainan
yang seperti ini biasanya harus dilakukan
2 tahap.
b.
Operasi Hipospadia dua tahap
Tahapan pertama operasi pelepasan
chordee dan tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya
posisi
meatus (lubang
tempat keluar kencing)
nantinya letaknya lebih proksimal (lebih
mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit dan
preputium untuk menutup bagian ventral/bawah
penis. Tahap
selanjutnya
(tahap kedua) dilakukan
uretroplasty
(pembuatan saluran kencing buatan/uretra) sesudah 6
bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang
terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan
kelainan yang dialami oleh pasien.
BAB III
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Tahap awal dari proses
keperawatan adalah pengkajian yang meliputi:
1. Identitas
a.
Usia
Ditemukan saat lahir
b.
Jenis kelamin
hipospadia merupakan
anomali uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki dengan angka
kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
2. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung
karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus
duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3. Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat Penyakit
Sekarang
Pada umumnya pasien
dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya
sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
b.
Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan
hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing
tidak pada tempatnya sejak lahir.
4. Riwayat Kongenital
a.
Penyebab yang jelas
belum diketahui.
b.
Dihubungkan dengan
penurunan sifat genetik.
c.
Lingkungan polutan
teratogenik.
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14.
6. Activity Daily Life
a.
Nutrisi
Tidak ada gangguan
b.
Eliminasi
Anak laki-laki dengan
hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya,
bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin
dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin
parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK
c. Hygiene Personal
Dibantu oleh perawat
dan keluarga
d. Istirahat dan Tidur
Tidak ada gangguan
7. Pemeriksaan Fisik
a.
Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan
kelainan
b.
Sistem neurologi
Tidak ditemukan
kelainan
c.
Sistem pernapasan
Tidak ditemukan
kelainan
d.
Sistem integumen
Tidak ditemukan
kelainan
e.
Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan
kelainan
f.
Sistem Perkemihan
1)
Palpasi abdomen untuk
melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
2)
Kaji fungsi perkemihan
3)
Dysuria setelah operasi
g.
Sistem Reproduksi
1)
Adanya lekukan pada
ujung penis
2)
Melengkungnya penis ke
bawah dengan atau tanpa ereksi
3)
Terbukanya uretra pada
ventral
4)
Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage.
B.
Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi:
1. Ansietas
(anak dan orang tua) berhubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti)
Post Operasi:
1. Nyeri
berhubungan dengan pembedahan
2. Resiko
infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan kateter
3. Ansietas
(orang tua) berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan
4. Defisit
pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah
C.
Intervensi
Keperawatan
1. Ansietas
(anak dan orang tua) berhubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti)
Tujuan : mengurangi
rasa cemas pada anak dan orang tua sebelum operasi tentang prosedur pembedahan
Kriteria
hasil :
a.
Ansietas anak dan orag tua berkurang
b.
Pemahaman orang tua bertambah mengenai prosedur
pembedahan
Intervensi
|
Rasional
|
Jelaskan
pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan pasca operasi
yang diharapkan
|
Menjelaskan
rencana pembedahan dan pasca operasi membantu meredakan rasa cemas dan takut
|
Gunakan
gambar dan dan boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak
|
Stimulasi
dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan prosedur dapat
membuat anak memahami konsep yang rumit
|
Jelaskan
bahwa pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara uretra
|
Meningkatkan
pengetahuan orang tua dan anak tentang pembedahan yang akan dilakukan
|
2. Nyeri
berhubungan dengan pembedahan
Tujuan :
anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh menangis,
gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang
Intervensi
|
Rasional
|
Pastikan
kateter anak dipasang dengan benar, dan bebas dari simpul
|
Penempatan
kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak
adekuat
|
Kolaborasi
dalam pemberian analgesik sesuai program
|
Pemberian
obat analgesik untuk meredahkan nyeri
|
3. Resiko
infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan kateter
Tujuan :
anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal dan
suhu tubuh kurang dari 37

Intervensi
|
Rasional
|
Pertahankan
kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa
selang tidak terdapat simpul dan kusut
|
Mempertahankan
kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan mencegah urine
yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih
|
Gunakan
teknik aseptik ketika mengosongkan kantong kateter
|
Teknik
aseptik mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius
|
Anjurkan
anak untuk minum sekurang-kurangnya 60 ml/jam
|
Peningkatan
asupan cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong untuk berkemih
|
Beri obat
antibiotik profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi.
Pantau anak untukefek terapeutik dan efek samping
|
Pemantauan
yang demikian membantu menetukan kemanjuran obat antibiotik dan toleransi
anak terhadap obat tersebut (speer, 2007:169)
|
4. Ansietas (orang tua) berhubungan dengan penampilan penis anak setelah
pembedahan
Tujuan : orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh
pengungkapan perasaan mereka tentang kelainan anak
Intervensi
|
Rasional
|
Anjrkan orangtua untuk mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka
tentang ketidaksempurnaan fisik anak. Fokuskan pada pertanyaan tentang
seksualitas dan reproduksi
|
Membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran mereka
dapat memberikan perasaan didukung dan dimengerti sehingga mengurangi rasa
cemas mereka.
|
Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
|
Proses berduka memungkinkan orang tua dapat melalui kecemasan dan
perasaan distress mereka
|
Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat
|
Kelompok pendukung dapat membantu orang tua mengatasi ketidaksempurnaan
fisik anak
|
Jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap
pertanyaan yang muncul dari orang tua
|
Perbaikan yang sudah dilakukan melalui pembedahan perlu berlangsung
secara bertahap. Dengan mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan memberi
kesempatan mengekspresikan perasaan mereka dapat mengurangi kecemasan (Speer,
2007:170)
|
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah
Tujuan : orang tua mengekpresikan pemahaman tentang instruksi perawatan
dirumah, dan mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah
Intervensi
|
Rasional
|
Ajarkan orang tua cara merawat katetr dan penis, termasuk membersihkan
daerah sekeliling kateter, mengosongkan kanting drainase dan memfiksasi
kateter, jelaskan memantau warna serta kejernihan urine
|
Informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
penatalaksanaan keperawatan dirumah dan membantu mencegah kateter lepas dan
infeksi
|
Anjurkanorang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi
mengangkang, saat mengendarai sepeda atau menunggang kuda
|
Posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak area
operasi
|
Ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat antibiotik serta
obat-obatan, untuk spasem kandung kemih (meperidin hidroklorida (Demerol),
asetaminofen (Tylenol) jelaskan juga perincian tentang pemberian dosis dan
efek samping
|
Obat analgesik dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat
terjadi akibat iritasi kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping
mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkan
|
D. Implementasi
Implementasi dilakukan
berdasarkan intervensi yang telah dibuat
E. Evaluasi
1. Rasa cemas
pada anak dan orang tua hilang
2. Anak memperlihatkan
peningkatan rasa nyaman
3. Anak tidak
mengalami infeksi
4. Orang tua
akan mengalami penurunan rasa cemas
5.
Orang tua mengekpresikan pemahaman tentang instruksi
perawatan dirumah
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hipospadia merupakan
suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika atau segera setelah bayi
lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan
biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering
diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia
adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal
penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika
ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi
potensial meliputi infeksi dan obstruksi uretra.
B. Saran
Pemahaman dan keahlian
dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipospadia merupakan salah satu
cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat
agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan
tanggung jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan
pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR
PUSTAKA
Fakultas
Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi.
Bandung : Elstar
Doenges E,
Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC
Prawiroharjo,
Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka
Chamberlain,
Geofferey. 1994. Obstetrik dan Ginekologi Praktis. Jakarta : Widya
Medika
Manumba, Ida
Bagus. 1993. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi
Jakarta : EGC
Jakarta : EGC
Oxorn,
Harry. 1990. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yayasan
Esentia Medika
Esentia Medika
Heller, Luz
1991. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta : EGC
Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran. 2002. Obstetric Patologi. Jakarta : EGC
Johnson. M.
Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby.
Philadelphia.
MC. Closky.
T dan Bulaceck G. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby.
Philadelphia.
Nanda
(2000). Nursing Diagnosis : Prinsip dan Classification. 2001-2002. Philadelphia
USA.
Prof Dr.
Rustam Mochtar MPH. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
www.google.com
www.google.com
Komentar
Posting Komentar